Monday, October 26, 2009

SEJARAH SINGKAT PERGURUAN SILAT TADJIMALELA

Perguruan silat Tadjimalela didirikan pada tanggal 14 Agustus 1974 oleh R. Djadjat Koesoemahdinata atau lebih terkenal dengan nama Djadjat Paramour.Nama Tadjimalela diambil dari salah nama seorang Raja/Prabu dari kerajaan Sumedang Larang, Jawa Barat. Digunakanya nama Tadjimalela adalah karena menurut silsilah, R. Djadjat Koesoemahdinata masih mempunyai hubungan kerabat dengan keluarga prabu tersebut. Selain itu nama Tadjimalela didapat melalui proses tafakur dan munajat kehadirat Allah SWT.
Berawal dari ketidak puasan Djadjat dalam mempelajari ilmu silat, yang pada waktu itu hanya diberikan seni ibingnya dari seorang guru pencak, sementara ia menghendaki jurus-jurus praktis yang dapat digunakan jika terjadi perkelahian, maka ia pun terdorong untuk mensari lebih dari apa yang diterimanya. Hal lain yang mendorong untuk mencari dan mempelajari ilmu silat adalah rasa keperihatinannya melihat perkembanan beladiri asing yang demikian maraknya pada waktu itu. Padahal pencak silat yang merupakan warisan para leluhur bangsa indonesia seolah tersisish dan tidak mendapat perhatian, baik dari masyarakat sendiri maupun dari pemerintah. Kedua hal itu melahirkan suatu cita-cita yang kuat untuk menjadi seorang guru silat yang terkenal, dan menempakan pencak silat sejajar atau lebih dari beladiri asing yang berkembang khususnya di Jawa Barat.
Cita-cita dan keinginan yang demikian kuat dan ditindaklanjuti beliu dengan sering berpuasa dan mendatangi tempat-tempat yang keramat dan yang konon angker. Pada waktu hari menjelang maghrib, sampailah Djadjat di suatu tempat di hutan tutupan sancang, Garut Selatan. Saat akan melalui pintu masuk hutan tutupan tersebut ia bertemu, seorang nenek yang melarangnya melanjutkan perjalanan. Namun, karena kuat niat yang dimiliki Djadjat, ia tetap masuk ketempat tersebut sehingga ia diijinkan masuk. Namun sebelumnya, si nenek itu mengusap wajah Djadjat.Keanehan terjadi saat Djadjat memasuki tempat tersebut. Suasana hari yang mulai gelap, lama-kelamaan menjadi terang benerang. Ia juga melihat ular berkepala manusia, harimau, dan binatang buas lainnya yang seolah tidak perduli akan kedatangan Djadjat. Mereka bahkan menunjukan sikap bersahabat dan jauh dari kesan menakutkan.
Perjalan berakhir disebuah gubuk reyot, yang dihuni seorang kakek berpakaian seba hitam. Di dekat gubuk itu ada sebuah bukit dan danau, yang dipinggirnya tumbuh sebatang pohon yang sedang berbuah lebat. Sesampainya di gubuk itu, kakek itu menyambutnya dan menyapannya dengan bahasa Sunda, "Naon anu ku maneh diteangan geus aya di imah, ayeunamah geura balik. Lamun hayang panggih jeung aki, baca wae ieu!" (Apa yang kamu cari selama ini sudah ada di rumah sekarang pulangah. Kalau ingin bertemu kakek, baca saja ini), sambil mengeluarkan sebuah pedang yang berwarna emas dengan tulusan Arab yang berbunyi "Laa ilaaha illallahu Muhammadur Rasulullah." Kemudia si kakek menyuruh Djadjat memejamkan matanya. Djadjat pun mematuhinya, dan ketika ia membuka matanya kembali, ia sudah berada di jalan raya Garut-Bandung.
Waktu itu DjaDjat meninggalkan rumah selama empat hari. Sesampai di rumah, Djadjat berada dalam keadaan Shock, tidak mampu berbicara. Empat hari kemudian barulah ia dapat menceritakan semua kejadian itu kepada kakanya, R. Iyan Koesoemahdinata, yang kini menjadi ketua umum Perguruan Silat Tadjimalela pusat.
Pulang dari pengembaraan, beliau sering terlihat berlatih didepan cermin. Ia pun mulai mengajarkan beberapa jurus kepada teman-teman dan tetangga dekatnya di kawasan Jl. Dulatip, Bandung. Setelah merasa matang dalam jurus-jurusnya, barulah terpikir olehnya untuk mendirikan sebuah perguruan silat. Ia melakukan shalat malam dan berpuasa, memohon kepada Allah SWT agar diberikan nama untuk perguruan silat dengan jurus-jurus yang ia ciptakan sendiri. Akhirnya ia mendapat petunjuk agar memberi nama "TADJIMALELA" kepada perguruan silatnya. Setelah mendapat dukungan dari keempat kakaknya, maka pada tangal 14 Agustus 1974 diresmikanlah perguruan silat Tadjimalela.Untuk menghindari terjadinya pengkultusan nama Tadjimalela, maka R. Iyan koesoemahdinata menjabarkannya sebagai berikut :
TA Taklukan nafsu jahat dalam diri
DJI Djiwa murni pangkal keluhuran budi
MA Mantapka rasa penyerahan diri terhadap Tuhan
LE Lekatkan keberanian ditaraf kebenaran
LA Lapangka rasa kerendahan hati dimata kesombongan
Penjabaran tersebut dinamakan PANCA DARMA, yang merupakan falsafah bagi segenap anggota Perguruan Silat Tadjimalela.
BURUNG GAGAK yang dijadiakan lambang perguruan ini adalah burung peliharaan kakek guru beliau. Konon, burung gagak itu di beri nama Tadjimalela. Dengan bantuan pamannya yang bernama Cucu, terciptalah lambang berupa burung gagak berwarna hitam sedang siaga melakukan gerakan beladiri.
Ada tujuh orang yang dianggap sebagai murid pertama, yang dijuluki PASUS (Pasukan Khusus). Mereka adalah Nang Martha, Bucu Budiman, Ahya, Dedi A.R., Barli, Ook, dan Risman.Berpulanganya R. Djadat Koesoemahdinata membuat opara angggota Perguruan Silat Tadjimalela sangat terpukul.
Masih banyak masalah organisasi yang belum diselesaikan oleh almarhum.Kalau R. Djdjat Koesoemahdinata lebih bayak mengajarkan ilmu gerak, maka penggatinya R. Iyan Koesoemahdinata lebih menitik beratkan pembinaan mental spiritual, sehingga lengkaplah Perguruan Silat Tadjimalela ini menjadi perguruan silat yang tidak hanya mengajarkan ilmu gerak saja (belaraga, olah raga, seni budaya), melainkan juga ilmu batiniah.
Ajaran mental spiritual yang diwariskan R. Djadjat Koesoemahdinata kepada muridnya-muridnya (tidak semua muridnya mendapatkan pelajaran ini terkulmpul dalam Ajaran Tujuh Dimensi Kehidupan).Sejak didirikannya perguruan ini pada tanggal 14 agustus 1974 di Bandung, selain ditetapkannnya tujuh orang PASUS sebagai angkatan pertama dan merupakan calon penerusnya, R. Djadjat Koesoemahdinata juga memiliki murid lain yang hampir bersamaan dengan angkatan pertama. Mereka adalah : Simon Kosasih, Tatang Dulatip, dan beberapa orang lagi.
Sejak berdirinya sampain tahun 1978 teknik dan jurus-jurusnya 100% ditunjukan untuk bela raga (istilah intern untuk beladiri). Pada tahun 1975 Perguruan Silat Tadjimalela secara resmi menjadi aggota Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI). Tahun 1976 munculah seorang juara untuk tingakat Kotamadya Bandung, yaitu Dedi A.R., dan dua tahun kemudian muncul juara baru golongan remaja (junior) yaitu Dani Wisnu yang terus berprestasi sampai tingkat internasional. Sejak saat itulah Tadjimalela banyak dikenal masyarakat, khususnya di Bandung. Banyak unit-unit latihan dubuka.
Setelah bernaung di bawah IPSI R. Djadjat Koesoemahdinata mulai mengarahkan jurus-jurusnya ke teknik yang dapat digunakan dan disahkan menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam olahraga. Bnayak murid-muridnya adalah mahasiswa dan mereka memiliki latar belakang pendidikan olahraga. Mereka kemudian menyusun suatu sistem dan metodologi latihan pencak sialt yang sesuai dengan kaidah ilmu olahraga.
Gabungan ilmu silat yang diberikan oleh R. Djadjat sebagai Guru besar dengan ilmu hasil rekayasa murid-muridnya telah menghasilkan prestasi yang sangat mengejutkan. Perguruan Silat Tadjimalela yang ketika itu tehitung senagai perguruan silat yang masih baru, dalam suatu pertandingan di Kotamadya Bandung berhsil keluar sebagai juara umum dengan perolehan medali yang spektakuler, yaitu 10 medali emas dari 15 medali emas yang diperebutkan. Ini terjadi pada tahun 1980 dan dapat bertahan sampai tahun 1999. Selain menyusun sistem latihan berdasarkan ilmu olahraga, perguruan ini juga nerintis penyusunan kurikulum dan pengadaan ujian kenaikan tingkat, yang dilaksanakan setia

Wednesday, October 14, 2009

BUDAYA SUNDA DI CISAGA

BUDAYA SUNDA DI CISAGA : Ketertarikan Bangsa Lain Akan Budaya Asli Indonesia

08 Oktober 2009, di Cisaga, tepatnya di Cisagakota persis di seberang Mesjid Agung Cisaga, berlangsung sebuah pesta pernikahan antara dua mempelai yang semuaya berasal dari Desa Cisaga. Setting menggunakan setting Budaya Sunda. Upacara adat, termasuk pakaian pengantin adat sunda dikenakan kedua mempelai beserta para kerabat dan panitia. Pernikahan berlangsung lancar dan sukses dimana akad dilakukan langsung di Mesjid Agung Cisaga yang terhalang Jalan Raya Ciamis - Banjar dari tempat belangsungnya pesta pernikahan. Gelaran Electone disajikan untuk menambah semarak pesta pernikahan tersebut.
Menjelang sore, Jalan Raya Ciamis - Banjar masih cukup padat dilalui berbagai kendaraan, termasuk sebuah rombongan tour wisata yang melintas dari arah Ciamis menuju Banjar. Kendaraan yang digunakan jenis bis yang berhenti di Pertigaan Cisaga (Jalan pertigaan Ciamis - Banjar dan Rancah). Rombongan turun dari bis dan berlajan menyusuri jalan Ciamis - Banjar, melewati Kantor Desa Cisaga yang berseberangan dengan desa Alun-alun Kecamatan Cisaga, dan kembali ke depan Mesjid Agung Cisaga tepatnya ke tempat resepsi pernikahan berlangsung.

Beberapa petugas/panitia menjadi sedikit kikuk ketika anggota tour tersebut mengunjungi pesta mereka. Tidak disangka pengantin dikunjungi orang asing di pesta pernikahannya. Kerabat atau rekan?



Dalam beberapa percakapan yang sedikit dimengerti dan saling nyambung, anggota tour tersebut meminta berfoto bersama pengantin yang masih mengunakan pakaian adat sunda. Pengantin dan panitia menyetujui dan mereka asik berphoto bersama beberapa tourist tersebut.


Tidakkah ini merupakan suatu pelajaran, bahwasannya budaya asli suatu daerah atau suku tertentu merupakan suatu daya tarik yang tidak bisa disangkal, disamping keadaan alam ataupun kekhasan dari lain suatu daerah. Adat yang sudah banyak ditinggalkan dengan berbagai alasan, ternyata menarik minat sebagian orang yang memang tidak pernah atau belum pernah menyaksikannya.

Sebagai orang yang "mempunyai adat", kita ternyata mulai meninggalkannya dan menggantinya dengan adat orang lain dan sebaliknya, hingga Malaysia-pun mengklaim dengan seenaknya beberapa budaya atau adat asli Indonesia, toh ternyata orang Indonesia sendiri sudah kurang mempedulikannya.

Sebaiknya kita melakukan flashback, "pantaskah"? Tidak mustahil dimasa yang akan datang, dimana orang Indonesia tidak menggunakan lagi adatnya, Malaysia, India bahkan Amerika Serikat sekalipun dapat mengklaim adat Indonesia. Mungkinkah?

Orang Indonesia umumnya, "Urang Cisaga" khususnya, seharusnya dapat mengenali, melestarikan dan mengunakan adat aslinya dengan baik, tanpa harus takut tertinggal oleh bangsa lain dalam hal kemampuannnya.